Kaliini saya akan bercerita mengenai pendakian Tektok Gunung Salak via Cimelati. Untuk sampai di daerah Cimelati, saya dan teman saya, Kris memilih untuk menggunakan KRL ke Stasiun Bogor. Dari Stasiun Bogor kami menaiki angkot jurusan Sukasari dan turun di pertigaan Sukasari dengan biaya Rp 5.000,00 dengan waktu sekitar 30 menit. 250000. 300.000. Tambahan per hari. 2.400.000. 3.100.000. Kapasitas Bus Pariwisata Yang Kami Sediakan adalah 30 Kursi dan 59 Kursi. Berikut ini pilihan Bus Yang Dapat Anda pesan kepada Kami. Catatan. – Biaya sewa dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. AndaMembutuhkan Rental Hiace Jakarta Barat ? Hubungi Obet Rent Car : 0812-1227-1168 (Telp & Whatsapp) / 021-78834953 (Hotline). Hiace, Elf, Semua Ada dan Lengkap. CV OBET CIPTA USAHA ialah sebuah badan usaha yang bergerak dibidang penyewaan mobil mewah khususnya toyota hiace dan elf keluaran terbaru. Kami menyediakan beberapa paket JURNALSUKABUMICOM – Sebanyak lima remaja sempat dilaporkan hilang setelah melakukan pendakian Gunung Salak via Cimelati, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Petugas SAR gabungan berhasil menemukan kelima remaja dalam kondisi selamat. Kelima remaja tersebut pamit naik gunung sekira pukul 17.00 WIB, Sabtu (26/2/2022). GunungSalak mempunyai beberapa Puncak antara lain Puncak Salak 1 dengan ketinggian 2211 mdpl, Puncak Salak 2 dengan ketinggian 2098 mdpl, Puncak Sumbul 1926 DPL terletak di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Gunung tersebut termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Ada JalurPendakian Gunung Salak 2.211 Mdpl, Via Pasir Reungit Pasir Reungit adalah desa yang berada dikawasan Kabupaten Sukabumi didesa ini terdapat banyak wisata alam dari mulai bumi perkemahan, curug . Bangunan Pos Jaga dan Tiket Jalur Pendakian Cimelati, TN Gunung Halimun Salak. Foto Balai TNGHS“Sarana dan prasana sarpras serta fasilitas pos pendakian menuju puncak Salak 1, jalur Cimelati sudah lengkap. Selain pos jaga dan tiket, juga sudah tersedia bangunan warung, shelter atau gazebo, mushola, toilet dan area camp,” cerita Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS Ahmad Munawir melalui sambungan ponsel, pada Rabu 10/6/2020.Apa yang diceritakan Munawir tersebut, berkaitan dengan selesainya pembangunan sarpras dan fasilitas pos pendakian jalur Cimelati yang masuk wilayah kerja Resort Kawah Ratu TN Gunung Halimun Salak di Kampung Citaman, Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa jalur pendakian Cimelati merupakan jalur yang biasa digunakan penduduk sekitar, untuk menziarahi petilasan di puncak Salak 1 yang berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut mdpl – masyarakat setempak menyebutnya puncak jaraknya yang relatif lebih pendek dan waktu tempuh lebih singkat 5-7 jam serta medannya yang tidak terlalu curam dibandingkan melalui jalur pendakian Cidahu/Javana Spa dan Pasir Reungit, sehingga, kerap dijadikan jalur alternatif bagi pengunjung yang ingin mendaki menuju puncak Salak 1. Tetapi, sebelumnya, jalur pendakian Cimelati merupakan jalur ilegal. Jadi, bagi kamu yang mendaki melalui jalur tersebut pun disebut sebagai pendaki ilegal. Hal inilah yang kerap menyulitkan petugas taman nasional, saat terjadi kecelakaan. Karena, pengunjung yang mendaki, masuk secara kucing-kucingan atau sembunyi-sembunyi. Sehingga, otomatis data-datanya tidak Salak - TN Gunung Halimun Salak. Foto Harley Sastha“Rencana menjadikan Cimelati sebagai jalur pendakian resmi, salah satu alasannya, karena dari dulu jalur ini kan sudah dipakai. Walaupun ada kerjasama dengan muspika untuk mengawasinya, kami tetap belum bisa mengontrol sepenuhnya. Lalu, setelah berbincang-bincang dengan kawan-kawan volunteer, SAR dan pihak lain yang ada disana, akhirnya kita memutuskan untuk dibuka saja secara resmi. Karenanya, sejak tahun lalu, mulalah kami bangun sarpras dan fasilitasnya. Saat ini pembangunannya sudah selesai. Termasuk aliran listriknya,” cerita sendiri, sejak awal 1990-an sudah beberapa kali mendaki melalui jalur Cimelati. Jauh sebelum kawasan Gunung Salak menjadi satu kesatuan dengan kawasan Gunung Halimun pada 2003, yang kemudian menjadi kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun mendaki melalui jalur Cimelati, hutannya masih sangat rimbun. Sehingga, suasananya terasa teduh dan nyaman. Bahkan, beberapa kawan mengatakan, mendaki melalui jalur Cimelati, seperti berjalan di taman dengan hutan lebatnya yang cantik. Di sepanjang jalur pendakian, khususnya setelah kamu sudah masuk jauh ke dalam hutan, terkadang, jika beruntung, beberapa jenis satwa seperti lutung, monyet ekor panjang, surili dan owa jawa, dapat kamu jumpai. Termasuk Masih Menunggu Dibuka Secara ResmiMenurut Munawir, walaupun sarpras dan fasilitas pos pendakian jalur Cimelati sudah jadi, belum bisa langsung digunakan. Karena, masih menunggu untuk diresmikan dan masih ada beberapa tahap mengenai penataan jalur pendakian yang tengah dipersiapkan serta komunikasi intens dengan berbagai pihak di sekitarnya. Mulai dari masyarakat, perangkat desa serta pihak keamanan dan lainnya. Lagi pula, saat ini semua aktivitas kunjungan wisata juga masih ditutup sejak pertengahan Maret lalu, guna mencegah penyebaran pandemi COVID-19 yang masih satu sarpras yang tersedia tidak jauh dari pos jaga dan tiket jalur pendakian Cimelati, TN Gunung Halimun Salak. Foto Balai TNGHS Menjadikan jalur pendakian Cimelati sebagai jalur resmi, merupakan jawaban Balai TNGHS, setelah mendengarkan masukan berbagai pihak. Jadi, jalur pendakian Cimelati, dapat dijadikan sebagai jalur alternatif yang aman dan nyaman, bagi mereka yang baru mulai atau pertaman kali mendaki dan ingin menggapai puncak Salak 1.“Dengan begitu, kalau ada yang ingin mendaki menuju puncak Salak 1, tetapi tidak sanggung kalau melalui jalur pendakian Cidahu, maka ada alternatif atau pilihan yang juga resmi, jalur pendakian Cimelati,” kata Munawir, melanjutkan pembukaan secara resmi jalur pendakian Cimelati, Balai TNGHS berpatokan kepada kesiapan masyarakat setempat.“Kami akan duduk bersama, mengomunikasikan berbagai hal yang terkait penyelenggarakan pendakian melalui jalur Cimelati. Dengan perangkat desa dan badan usaha milik desa serta masyarakat. Kami akan atur, misalnya, kendaraan pengunjung atau pengantar nanti hanya boleh sampai sebatas mana, termasuk parkirannya. Karena kan ada tanah pemilik villa yang juga akan dilalui. Juga mengakomodir peranan pemuda setempat. Dan, siapa nanti yang akan memegang izin jasa di sekitar sana. Hal ini untuk mencegah munculnya praktik premanisme. Karenanya, bersama-sama kita sepakati dulu semuanya. ,” tambah dengan resminya jalur pendakian Cimelati, Balai TNGHS, ingin masyarakat mendapat manfaatnya. Baik secara ekonomi maupun lingkungan. Adanya pemberdayaan bagi penduduk sekitar sat sarpras disekitar pos jaga dan tiket jalur pendakian Cimelati, TN Gunung Halimun Salak. Foto Balai TNGHSSebelum mengakhiri pembicaraan, Munawir berpesan, Balai TNGHS sebagai pengelola, jalur pendakian Cimelati sengaja disiapkan untuk para pendaki yang ingin mendaki menuju puncak Salak 1, tetapi memiliki beberapa keterbatasan, bisa menggunakan jalur ini.“Saya harap, teman-teman pendaki dapat mengikuti aturan yang berlaku nantinya. Jangan merusak properti dan sarpras yang ada. Tidak melakukan vandalisme, mengganggu tumbuh-tumbuhan dan bawa kembali turun sampah, lalu buang pada tempat yang semestinya,” tutup untuk sobat kumparan dan pendaki, hingga saat ini, jalur pendakian resmi menuju puncak Salak 1 dalam kawasan TN Gunung Halimun Salak hanya ada dua Jalur Javana Spa/Cangkuang, Cidahu – Simpang Kawah Ratu – Puncak Salak 1 dan Jalur Pasir Reungit, Gunung Bunder – Kawah Ratu – Simpang Kawah/Puncak Salak 1 – Puncak Salak nanti jalur pendaki Cimelati sudah benar-benar diresmikan, otomatis jalur pendakian di TN Gunung Halimun Salak, akan menjadi tiga jalur resmi. Sedangkan, diluar jalur-jalur tersebut merupakan jalur ilegal. Di mana jika kamu menggunakannya, artinya kamu telah menerabas batas-batas pelestarian alam yang telah ditetapkan. Tidak ingin kan kamu disebut sebagai pendaki ilegal? Facts Photos Bagging It! Salak is one of the most accessible volcanoes from Jakarta but has not erupted since 1938. There are various routes on the mountain range and despite being forested and generally lacking in views except on the Cidahu route to Salak 1 there is a great deal of variety to be found on its slopes – craters, wildlife, plants and numerous mountain peaks. It is the kind of mountain that cannot be fully explored in a single hike – you need to try various routes to discover the character of the mountain as a whole. The range is well-known for being the site of many aircraft crashes, most famously the Sukhoi Superjet which tragically crashed into Gunung Salak in 2012. Perhaps the most popular trek on Salak is from the south-southwest at Cidahu to the active crater Kawah Ratu Queen’s crater. You can also reach Salak 1 the highest peak from this approach and – despite being a longer route than from Cimelati see below – it is increasing in popularity due to it being the official route to the summit and also due the fact there are markers on the higher parts of the trail so it is not easy to get lost. To get to Cidahu, take a well-signposted right turn for Javana Spa 12km’ off the Bogor-Sukabumi road just beyond Cicurug. All in all, the best two-day hike exploring much of what the Salak range has to offer would be to start in Cidahu, hike via Bajuri up to Salak 1 and camp on or near the top. On day 2, return to Bajuri and descend via Kawah Ratu to Pasir Reungit. Do be warned it is quite lengthy and challenging! Super-fit hikers could do it in a day, but only if they set off at 6am and barely take a rest. NOTE The reverse direction Pasir Reungit – Bajuri – Salak 1 – Bajuri – Cidahu would probably take an extra hour or two on the ascent and you would probably have wet feet within the first hour! Essentially, if you are doing a traverse then Cidahu is a better starting point. Quite a lot of hikers just head to Kawah Ratu this way and return the same way to Pasir Reungit, and it is definitely of interest if you have already hiked to Kawah Ratu from Cidahu and want to try another route. Cidahu to Bajuri The entrance gates and information centre 895m are 2 kilometres before the end of the road at the Javana Spa and this is where you purchase a National Park ticket. Ask for a map/leaflet and if they have any they will give you one. It is about 30 minutes on foot up the road via Lembah Damar stalls and camping spot to the real starting point. About one kilometre before the Javana Spa the road crosses a river and there is a small but apparently now disused office building Pos Kancil at the start of the trail 1,108m to Kawah Ratu and Salak 1 summit. This trail is known as the Cangkuang route. The old, now-disused path was dotted with very useful numbered wooden markers every hundred metres HM= hectometer, as shown on the official map, but the nearby newer trail up to Bajuri does not have these in 2018. The markers are only visible on the section between Bajuri and Salak 1 summit. Kawah Ratu is a fairly easy 5km from Pos Kancil and because there is not much elevation gain fast hikers will be able to get there and back in 3 or 4 hours. At a reasonable pace it takes about 2 hours to reach the crater. Leisurely hikers might need half a day. The first obvious landmark after around 60-90 minutes from the road is Bajuri 1,375m, less frequently known as Cukang Batu, which consists of several grassy spots clearly used for camping on a regular basis. What you need to do here is either stay left and follow the stony track towards Kawah Ratu or, if heading to the Salak 1 summit, briefly head right, cross the little stream at Bajuri and then sharp left at an ageing metal sign with “Puncak Salak 1 – 5km” on it. Bajuri to Salak 1 summit National Park leaflets suggest a total trekking time of 8 hours from Cidahu to Salak 1 summit. We would say between 6 and 8 hours, depending on your speed, or between 4 and 6 from Bajuri. This section of trail is the most challenging public route on the mountain range, but also the most rewarding as there are good views of Kawah Ratu from above. You will also have fine views of the Kiaraberes-Gagak fumarole plumes in the distance to the west. The hectometer markers are mostly still intact on the higher slopes and there are accompanying metal signs on trees in some places too. The numbering starts from zero at Bajuri and the summit must be about HM50 given that the distance is 5 kilometres in total. The first section of trail beyond Bajuri is fairly flat and boggy, with sections of deep mud to contend with. Once the trail starts leading upwards, the situation improves. From around 1,500m you should be able to hear the crater below and there are some great narrow sections of trail with views down to the left of the ridge of Kawah Ratu, especially around HM16, 27 and 31. This is probably the best section of trail on the whole of Gunung Salak. There are countless short sections of trail where simple ropes have been tied around trees to assist with scrambling up steep, muddy or rocky sections. Most of these sections are straightforward, but less confident scramblers may have difficulty in a couple of places and may need assistance. From around 1,920m, there are pitcher plants growing on the ridge. Look out for them Nepenthes gymnamphora, according to Alastair Robinson. After around 3 or 4 hours from Bajuri, you should have reached Pos Bayangan 2,000m. This is the spot where many hikers end up camping if they don’t give themselves enough time to get to the summit before dark. There are enough spots for 3 or 4 tents, but somehow local hikers seem to manage to fit at least double that number! After Pos Bayangan, the trail drops down a little before heading up the toughest, roped section of trail. Take extra care here, especially in poor weather. It takes about one hour to reach the summit from Pos Bayangan. Just before the summit is an area of beautiful old trees, some growing almost horizontally! According to National Park staff these are Vaccinium varingifolium, known locally as Cantigi Gunung. Over to the left north is the second highest peak in the range, Salak 2. As you will see, the drop between Salak 1 and Salak 2 is considerable and that perhaps explains why the few expeditions that have hiked both peaks in the same trip required one full day to get from one to the other via this saddle. The summit is crowned with a metal sign with the words Puncak Manik’. This is a new sign or at least a new coat of paint since we last climbed it a few years ago. Just down to the right east is a metal structure and a grave. Locals often make a pilgrimage here to pray. With the increase in the number of hikers camping here regularly, and also due to the recovery expeditions after the Sukhoi crash in 2012, the vegetation is lower than it was in previous years. One of the few benefits of this is that the view of Gede-Pangrango is pretty decent first thing in the morning around sunrise. However, if hiking on a regular weekend, we recommend camping back down near the beautiful old trees so that you are not disturbed by local student hikers chatting and playing music all night. To descend the following day back to Bajuri should take anything between hours and 4 hours. Bajuri to Pasir Reungit On the trail to the crater, the next visible in 2018 HM marker after Bajuri is is HM27. The next main landmark is Helipad 1,390m which is a large grassy area which in 2018 had no sign on it whatsoever. From here it is a short descent to the southern edge of Kawah Ratu 1,380m which is HM44 marker. Major eruptions occurred here in 1668-1699, 1780, 1902-1903 and February 1935. It should have taken you just under one hour to get from Bajuri to the crater. The crater area actually consists of three craters – the Queen crater the largest plus the Paeh Crater death crater and Hurip Crater life crater. It’s an astounding landscape a vast hillside of white rocks, steaming sulphur gases, bubbling water and mud pools and rivers of sulphur. In terms of active craters in West Java, it is perhaps second only to Papandayan. The water here is supposed to have cleansing properties but you should not drink it due to the high sulphur content. Indeed, after heavy rainfall the water is thick with sulphur. The forested peak above the crater area is Gunung Sumbul, a subsidiary top in the Salak range. There are poisonous gases in this area and sadly people have lost their lives, particularly when camping in the area. Therefore, although the trail to the crater makes an adventurous family day out you must be very very careful near the crater. You can either return the same way to Cidahu in 2 hours or so, or more adventurously cross the crater and head down northwest to Pasir Reungit 1,010m. From the north side of the crater HM52 marker to Pasir Reungit HM89 takes about 2 hours, but much of the trail is waterlogged so expect to get your feet wet. For those descending from the summit, official Park leaflets suggest it takes 11 hours from Pasir Reungit to the summit likely a slight exaggeration, but in our experience you can descend in between and 7. Pasir Reungit means mosquito sand’ in Sundanese and although it thankfully does not live up to its name it is a rather troublesome place to find transport back to Bogor from. Ojeks or a pre-arranged pick-up are the best ideas here. Otherwise, walk for 5km down the road 950m to Gunung Bunder and get onto the first of about 3 different public angkots needed to get back to Bogor. The 4G signal near Pasir Reungit is poor so searching for a Grab driver or similar may not be possible. One-day hike to the summit of Salak 1 from Cimelati supposedly this trail is being made official in 2020! The best starting point for those wanting to reach the highest of Salak’s seven summits in just one day is from the agriculture station near Cimelati 800m just beyond Portibi Farms c700m – there is a signpost where you take the right turn near Cicurug. Cimelati is southeast of the summit. It takes between 4 and 6 hours to reach the summit which, as mentioned above, features a prominent sign, a gravestone and a shelter. It is a steep but straightforward hike through forest to Salak 1, and the forest does thin out a little as you get close to the summit. The trail leads via Pos 1 1,091m, Pos 2 1,289m, Pos 3, Pos 4 1,596m, Pos 5 1,941m and Pos 6 2,005m. The last spot for water is Pos 3 at around 1,300m. You may be lucky to spot the elusive Javan Ferret Badger on the upper slopes. Despite being forested on top, you are rewarded with views to Salak’s other lesser summits, the Gede-Pangrango massif, and outlying suburbs of the city of Bogor below. Note The Cimelati route is likely to become an official National Park route in late 2020, as so many hikers use it despite it being unofficial. At the time of writing, however, official access is still a grey area. Salak 2 access remains a grey area The second highest, and more northerly peak, Salak II 2,180m, is best approached from Curug Nangka or the Highland Park resort, Ciapus, to the north of the mountain at approx. 729m and just 40 minutes from the centre of Bogor. This is slightly more challenging than Salak 1 and access is, once again, a grey area. The trail leads via Pos 2 1,123m, Pos 3 1,402m, Pos 4 1,534m and Pos 5 1,726m before reaching the summit. It may or may not be open to hikers. It would appear it can be done if you pay for a senior member of park staff to accompany you on the trek but they are difficult people to get in touch with. Officially, since 1999, this route was closed to all hikers except if you were conducting scientific research. It was basically because the National Park did not have sufficient resources to enable that the trail was well-maintained and they were worried about people having accidents because they would be responsible. In September 2011 it was discovered that hiking to Salak 2 from Curug Nangka was possible, but only if you requested permission a minimum of one week in advance from the resort at the base of the mountain near Curug Nangka. Impractical, to say the least, but, if true, it’s a step back in the right direction finally, especially considering that’s it’s the closest significant mountain hike to Jakarta. Please note Gunung Salak is part of Mount Halimun Salak National Park which is closed entirely from December to March and August. Oh, and Idul Fitri. Hikers are supposed to register before their hike. Check the National Park website for more information. Bagging information by Daniel Quinn and Andy Dean updated April 2020 Trail Map For a high quality PDF version of this and other trail maps, please download from our Trail Maps page. Local Accommodation Practicalities Getting there Take a train or bus from Jakarta to Bogor. For the Cidahu route to Salak 1 or Kawah Ratu, take the Pangrango train from Bogor Paledang station to Cicurug and then charter an angkot to Cidahu. For Pasir Reungit, it is complicated with numerous angkots required so best use private transport. For Salak 2 from Bogor, take an ojek or angkot number 03 to Ciapus near Curug and GPS Tracks Want a PDF version for your phone? Looking for a guide? Need GPS tracks and waypoints? Gunung Salak information pack can be downloaded planning assistance Would you like Gunung Bagging to personally help you in arranging your whole trip? Please contact us Available at Cidahu and Pasir Reungit. Cimelati is an unofficial trailhead. At the information centres at Cidahu and Pasir Reungit, tickets costs Rp5,000 per person per day for Indonesians and KITAS holders plus Rp5,000 camping fee and Rp2,000 insurance all this is overly-complicated with lots of different bits of paper so just assume no more than about Rp25,000 per person for a two day hike, but if you’re a foreigner who doesn’t have a KITAS they will charge you the Rp150,000 per day tourist price’ for those who committed the sin of being born elsewhere. Serious access issues remain for Salak 2 despite it having been a common hiking route for decades before the trail was closed in 1999. A minimum of 3 people in a group is stated on the pamphlets but in 2018 there seemed no problems going as a group of just 2 from Cidahu. The Cidahu office is open from 8am until 4pm. The Pasir Reungit office is open from 7am and they don’t like hikers setting out after 11am, though this may only apply to those going on a one-day trip to Kawah sources The last place for water on the Salak 1 Cidahu route is Bajuri 1,375m so fill up your bottles here. Lots of streams are crossed on the main trail between Cidahu and Bajuri and then Bajuri and Pasir Reungit, but avoid water from too near the crater Pasir Reungit side of Bajuri. On the Cimelati route, Pos 3 1,300m ish is the last spot for water. Local Average Monthly Rainfall mm Location Origins and Meaning Supposedly named after the Sanskrit word salaka’ meaning silver’. Therefore Gunung Salak means Silver Mountain’. Previous suggestions Apparently named after Salaka Domas’, the ancient megalithic monuments which scatter the land surrounding the mountain. According to Pepep of Bandung, 2012. Another previous suggestion was Snakefruit Mountain. Possibly so named because from a distance the mountain has a rough, brown appearance like that of the “scaly-skinned” salak or snakefruit. George Quinn, 2011 Links and References Wikipedia EnglishWikipedia Indonesia Waktu libur sudah selesai. Libur nulis maksudnya. Libur. Yap, "libur nulis", maksudnya. Ga berasa udah 1 tahun gue ga pernah corat-coret lagi, bukan karena selama satu tahun itu ga ada cerita yang pengen gue share, tapi emang ga pernah sempetin waktu buat nulis aja sih, alias mageerrr wkwk mohon maap yak. Kalo ditanya soal cerita-cerita apa aja, itu tuh ada banyak banget yang pengen gue tulis di sini, tapi yaa itu mageernya looh wkwk. Andai aja ada autotyping hahaha 👅. Oke, efek setahun ga corat-coret, akhirnya gatel juga jemari ini, coba gue garuk, maksudnya mari gue lanjutkan tulis cerita dari cerita dan pengalaman yang paling terbaru gue lakukan, sebut aja "Pendakian Gunung Salak 1 Hari Tektok via Jalur Cimelati". Mudah-mudahan seru. Gunung Salak Pendakian kali ini adalah Gunung Salak. Gue ulang lagi, Gunung Salak. Masih jelas ga? oke, gue ulang lagi, Gunung Salak! Pasti kesan pertama yang ada di benak kalian tentang gunung ini adalah gunung yang kecil, pendek, ga berat, buat pemula, ya pokoknya cetek lah. Wew, wew, wew, kalo kalian mengiranya seperti itu, selamat kalian salah besar! Termasuk gue, ketika pertama kalipun menilainya demikian. Hemm. "Emangnya kaya gimana sih Si Salak ini?", "Sebegitunya ya?", "Masa sih kaya begitu?". Ga percaya? Yaudah, coba aja mampir ke sana dulu. Kenalin Dulu Gunung Salak merupakan kompleks gunung berapi yang terletak di selatan Jakarta, di Pulau Jawa. Kawasan rangkaian gunung ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengelolaan kawasan hutannya semula berada di bawah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Bogor, tetapi sejak 2003 menjadi wilayah perluasan Taman Nasional Gunung Halimun, dan dikelola sebagai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Gunung Salak berusia relatif tua sehingga memiliki beberapa puncak. Geoposisi puncak tertinggi gunung ini ialah 6°43' LS dan 106°44' BT dan dinamakan Puncak Salak I dengan ketinggian puncak m dari permukaan laut dpl.. Banyak yang mengira asal nama "Salak" adalah dari tanaman salak, akan tetapi sesungguhnya berasal dari kata bahasa Sanskerta, salaka yang berarti "perak". Gunung Salak merupakan gunung api strato tipe A. Puncak tertinggi Puncak Salak I menurut Hartmann 1938 adalah puncak berusia tertua. Puncak Salak II berketinggian m dpl. dianggap yang tertua kedua. Selanjutnya muncul Puncak Sumbul dengan ketinggian m dpl. Terdapat sejumlah kawah aktif yang tidak berasa di puncak. Kawah terbesar, Kawah Ratu, merupakan kawah termuda. Kawah Cikuluwung Putri dan Kawah Hirup merupakan bagian dari sistem Kawah Ratu. Semenjak tahun 1600-an tercatat terjadi beberapa kali letusan, di antaranya rangkaian letusan antara 1668-1699, 1780, 1902-1903, dan 1935. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1938, berupa erupsi freatik yang terjadi di Kawah Cikuluwung Putri. Secara morfologi, Gunung Salak memiliki banyak jurang curam dan dalam. Karena seluruh tubuh gunung sampai puncak tertutup hutan lebat, kontur gunung ini tidak mudah terlihat. Hal ini sering kali menipu pendaki maupun penerbang yang melewati kawasan pegunungan ini. Sumber Wikipedia. Akhirnya Jadi Ke Salak Setiap pagi yang cerah datang, setiap saat itu juga gue melihat ke arah selatan langit dari kediaman rumah gue Depok, gunung ini sangat terpampang jelas bak lukisan yang gagah. Dekat banget yah? Mungkin karena lokasi gunung ini yang ga begitu jauh dari tempat tinggal gue sampe kelihatan jelas dari depan rumah, tapi gue juga bingung, kenapa ga pernah kesampean mendaki kesana, padahal deket, mungkin belum rejeki, tapi ga juga sih. Bukannya rejeki itu dijemput yah? Iya, dijemput, bukan nunggu sampe kapan pasti datangnya. Sejak saat itu gue berinisiatif untuk mulai menjemputnya! C'mon! Tujuh hari sebelum pendakian Pendakian Gunung Salak 1 Hari Tektok via Jalur Cimelati, rencana ini sudah gue buat sedemikian matang, walaupun niat sebenarnya sih udah terbesit sekitar satu tahun yang lalu, tapi realisasinya baru sekarang-sekarang. Hemm, ga apa-apa, gunung kan ga ada masa kedaluwarsa ini. Bingung akan melakukan pendakian 2 hari 1 malam camping atau 1 hari trekking alias tektok, setelah melakukan pertimbangan dan perundingan, gue tegaskan lebih memilih untuk tektok, kenapa? Ada beberapa alasan dan pertimbangan gue untuk tidak memilih pendakian 2 hari 1 malam, yakni 1. Terkenal dengan track yang cukup berat, jika kami mendaki 2 hari 1 malam, maka kami harus membawa keril yang besar dan berat, itu akan sangat menyulitkan dan melelahkan. Kami pilih tidak. 2. Kental dengan mistisnya. Itulah alasan kami kenapa lebih memilih tektok, karena ingin menghindari bermalam di gunung ini wkwk. Bukan karena kami takut, cuma menghindari aja kok hihi. Pendakian tektok kali ini, gue mengajak teman gue yang bernama "Yahya", ini adalah pendakian kedua kami, setelah sebelumnya kami pernah mendaki bersama ke Gunung Gede-Pangrango waktu lalu. Nanti gue ceritain juga! Ga kalah seru juga! Ini Harinya Hari minggu tanggal 16 Desember 2018 pukul WIB dini hari, Yahya menghubungi gue lewat pesan whatsapp, "Dam, dimana? berangkat jam berapa kita?", "Jalan jam 4 subuh aja", jawab gue. Berhubung kami akan melakukan pendakian tektok, jadi kami berinisiatif berangkat dan mulai pendakian seawal mungkin. Pukul WIB, kami berangkat menuju Desa Cimelati menggunakan mobil yang gue bawa dari Depok. Cimelati, iya, jalur yang akan mengantarkan gue dan Yahya menuju Puncak Manik I. Mudah-mudahan ga sesadis Ibu Tiri yah wkwkwk. Pukul WIB, kami sudah tiba di Desa Cimelati. Kami sarapan bubur ayam terlebih dahulu pada saat itu. Maklum, tektok itu perlu tenaga yang lumayan banyak, perutpun harus diisi dulu, biar ga lemes selama pendakian. Inilah kalo pengen mendaki tektok, selain harus menyiapkan plan yang matang, fisikpun menjadi prioritas utama yang harus disiapkan, karena pendakian tektok itu akan membuat fisik bekerja secara nonstop selama 1 hari penuh. Hemm, oke kalo begitu. Assalamualaikum Salak Tepat pukul WIB, langkah kaki kami mulai meninggalkan rumah Abah, rumah yang sebagai tempat parkir kendaraan gue selama pendakian, sekaligus untuk mengurus perizinan pendakian juga. Bismillah. Semoga mudah, aamiin. Rumah Abah - Pos 1 - WIB Jalur dari rumah Abah menuju Pos 1 terbilang masih landai, tapi sesekali akan menemukan jalur menanjak yang lumayan panjang, walaupun ga begitu terjal, tapi cukup bikin engap haha. Jalur yang kami lalui di awal masih berupa perkebunan-perkebunan warga. Setelah melakukan trekking sekitar 10-15 menit, jalur sudah mengarahkan kita pada kawasan hutan yang lumayan agak tertutup. Selama menyusuri jalur menuju Pos 1, kalian akan ditemukan dengan persimpangan ke kiri dan ke kanan, pilihlah jalur yang ke kiri dan lanjutkan dengan mengikuti jalur yang ada. Jalur itu yang nantinya akan mengantarkan ke Pos 1. Jalur dari rumah Abah menuju Pos 1 terbilang lumayan panjang, gue kira cuma sekitar 30-45 menit aja, nyatanya hampir lebih dari 1 jam. Awalnya kami agak ragu, apakah ini jalur yang benar, kami sedikit khawatir, karena ga ada tanda yang menginformasikan ini adalah benar jalur menuju Pos 1. Kamipun sabar dan terus bergerak, Alhamdulillah, ternyata kami berada di jalur yang benar, dan Pos 1 pun dapat kami temui. Napas dulu sebentar hehe. Pos 1 - Pos 2 - WIB Tidak seperti jalur dari rumah Abah menuju Pos 1, jalur dari Pos 1 menuju Pos 2 ga begitu panjang, tapi tetap aja kalian akan menemui jalur yang lumayan menanjak, kalian pasti kuat kok! Kaya temen gue si Yahya ini, yang tiba-tiba menjadi slow motion pergerakannya haha. Tepat pukul WIB, Pos kedua dapat kami pijakkan, yap, ini Pos 2, pos dengan lapak yang lumayan cukup luas, kira-kira bisa menampung sekitar 4-5 tenda. Alhamdulillah bisa meluruskan kaki sedikit, sambil mendokumentasikannya. Hehehe. Ternyata, ketika kami tiba di sana, sudah ada 1 kelompok yang sedang asik masak membuat makanan. Sepertinya mereka sudah bermalam di sana, tegur sapa pun terjadi. Itu spontan dan harus. Pos 2 - Pos 3 - WIB Tidak ingin berlama-lama di Pos 2, kamipun melanjutkan pendakian ke pos berikutnya, dengan harapan akan dimanjakan dengan jalur yang landai dan penuh bonus hahaha. Ketika kami melakukan trekking selama 20 menit, tiba-tiba kami dihadapkan pada persimpangan yang merupakan sebuah lahan yang lumayan terbuka, serta terdapat sumber air yang berasal dari sebuah kucuran. Ternyata ini Pos 3! Wow, sesingkat ini menuju Pos 3. Yahya pun langsung me-refill air minumnya. Nikmat. Pos 3 - Pos 4 - WIB Sadar jalur menuju Pos 4 adalah yang terberat menurut tulisan yang sudah saya baca-baca, kamipun benar-benar menyiapkan tenaga ekstra, dengan mengisi perut kami terlebih dahulu. Jalur menuju Pos 4 ini, kalo boleh gue bilang, termasuk salah satu kategori jalur yang paling berat selama gue mendaki. Beberapa kali otot paha gue mengalami kram, sehingga menyulitkan gue ketika menemui track yang sangat curam, bantuan dari kedua tanganpun mau ga mau harus dilakukan, untuk memudahkan dalam menopang beban. Inilah durasi yang paling lama selama pendakian, sekitar hampir 2 jam, kami bergelut dengan kerasanya medan yang disuguhkan oleh "Si Kecil Cabe Rawit" ini. Track yang sangat padat dan tertutup. Akhirnya gue mengenal lebih dekat dengan Si Salak ini. Suara-suara teriakan dari pendaki lain mulai terdengar, sepertinya Pos 4 sudah tidak jauh lagi. Yap, Alhamdulillah, pos yang gue impikan muncul juga! Wow! Pos ini hanya bisa menampung sekitar 2-3 tenda aja, lahannya ga begitu luas seperti Pos 2. Ga mau terburu-buru untuk melanjutkan pendakian menuju pos berikutnya Pos 5, gue dan Yahya memutuskan untuk beristirahat sebentar, kalo bisa sih, yang lama. Maklum, efek otot-otot paha yang kram, ditambah laper, dan mata agak sepet, karena kami belum tidur sejak tadi malam, alias begadang! sakit jiwa emang. Lalu, matapun tiba-tiba mulai sayup, dan kami pules. Pos 4 - Pos 5 - WIB Tiba-tiba, kok badan terasa dingin dan menggigil, tidur kami jadi ga pules lagi, ternyata kabut sudah mulai tebal. Dengan kondisi mata agak sepet dan badan yang menggigil, kami mulai melanjutkan pendakian menuju pos berikutnya, Pos 5. Setelah tidur yang lumayan agak lama, membuat fisik kami sedikit ter-recovery. Di tengah-tengah jalur sebelum tiba di Pos 5, tiba-tiba hujan turun, tapi kami ga panik, karena kami memang udah menyiapkan pendakian ini dalam segala kondisi, salah satunya kondisi pada saat hujan seperti ini. Mantel hujan plastik pun mulai kami kenakan. Brrrr... lumayan seger cuacanya! Kurang lebih sekitar 20 menit lama pendakian, kami tiba di ruang terbuka yang ga begitu luas, itu adalah Pos 5. Alhamdulillah bisa napas sedikit wkwk. Pos 5 - Pos 6 - WIB Singkat beristirahat, kami melanjutkan menuju Pos 6, lumayan bersemangat, karena perjalanan menuju puncak semakin dekat. Perlu diingat, jalur dari Pos 4 sampai dengan Pos 6, bisa dikatakan tidak terdapat jalur bonusnya, jalur ini konsisten menanjak curam yang ga habis-habis! Jadi, siapkan fisik yang prima, guys! Hampir mirip dengan Pos 5, ternyata Pos 6 memang tidak begitu jauh berbeda, hanya sebuah ruang terbuka yang tidak begitu luas, dan memang benar ini adalah Pos 6! Alhamdulillah tiba. Pos 6 - Puncak Manik Salak I - WIB Sejak kami tiba di Pos 6, semangat dan motivasi kami semakin terbakar, walau pada saat itu kondisinya lembab dan hujan, bukan karena apa-apa, tidak lain karena puncak yang kami niatkan sudah semakin dekat, tinggal 1 langkah lagi! Kami pun terus bergerak, walau hampir seluruh tenaga kami semakin habis. Kami juga semakin termotivasi ketika bertemu dengan pendaki lain yang baru saja turun dari puncak, dan mereka menyapa, "Ayo, Bang, sedikit lagi puncaknya!", walau sebenarnya bisa saja puncaknya itu masih jauh. Ternyata kami salah, puncak itu memang sudah terlihat! kami semakin bergegas, dan Alhamdulillah kami tiba di puncak! yeay! Puncak Manik Salak I - Rumah Abah - WIB Sudah puas berleha-leha dan meluruskan kaki yang lumayan pegal selama pendakian naik, sekitar pukul WIB kami mulai meninggalkan puncak dan kembali turun ke bawah Rumah Abah. Kami sengaja turun lebih dini, karena tujuan kami sejak awal adalah untuk menghindari terkena waktu malam di jalur. Jadi, kami harus bergegas dan tidak membuang-buang waktu. Perjalanan turun pun terasa sangat berat karena fisik yang sudah mulai habis. Dengan pergerakan yang sabar dan terus, sehingga semakin dekat mengantarkan kami pada kediaman rumah Abah. Alhamdulillah, pendakian ini dapat selesai tepat waktu, sesuai dengan yang direncankan oleh kami. Pulang Ke Rumah Setelah bersih-bersih sambil beristirahat sejenak di rumah Abah, sekitar pukul WIB kami kembali pulang ke Depok dengan diiringi kabut dan gerimis sedang pada malam itu, tapi kami turut senang, rencana yang gue rencanakan sejak lama akhirnya terjadi, dan yang terpenting adalah semuanya berjalan lancar dan tidak ditemukan sedikit hambatan. Terima kasih Salak. Terima kasih, kamu memang "Si Kecil Cabe Rawit". Berapa biaya yang dikeluarkan ? Search by Passing Area Find trails starting or passing through your selected areas. Get Wikiloc Premium Upgrade to remove Ads

gunung salak via cimelati